Selasa, 28 Mei 2013

"Di ujung hati"

aku selalu di tempat yang sama. di ujung sungai yang mengalir lambat menuju suatu titik dimana air itu deras mengalir kebawah. mataku agak lebam. semalaman aku menangis seperti malam sebelumnya, penyesalan ini tak berujung. aku tak menemukan titik dimana air mataku bisa berhenti mengalir. ku lepaskan nafas kesal lewat dua lubang yang kian memerah. aku menghempaskan badanku pelan, menatap langit sore di atas hamparan rumput hijau. aku masih terbayang hari itu.

seperti biasanya dia sangat romantis, humoris dan selalu membuatku kaget dengan berbagai macam kejutan dihari-hariku. semua itu membekas dan tak mungkin hilang. hari itu, tangannya erat menggandengku menuju suatu taman. tangan itu seakan tak membiarkan pegangannya lepas. aku selalu bertanya "kita mau kemana?" dia hanya menoleh lembut dan memberikan senyuman manis. ya bagiku sangat manis. langkah kita pun berhenti disuatu taman indah, di pinggir sungai. dia pun mulai tersenyum dan mempererat pegangan tangannya. aku keget saat dia menarik kedua tanganku dan mulai merogoh kantong celana belakang. muncul tempat mungil merah berbentuk love yang mengagetkanku saat dia membukanya dan ternyata... itu cincin ya benda mungil yang sangat di nantikan gadis-gadis saat dia mulai serius kepada pria yang disayangi.

hari itu tampak bergulir cepat. aku ingin dia yang pertama dan terakhir. namun anggapanku salah.

terdengar telfon rumah berdering tak henti seakan berteriak memanggilku cepat menuju ke sana. aku mengangkatnya dan mulai berbiaca pada orang diseberang telfon. aku terpaku dan tak bisa berkata apa-apa. wajahku terlihat sangat pucat. setelah terdengar telfon sudah dimatikan aku teriak sekeras mungkin. aku tak tahu apa yang aku rasakan waktu itu.

tempat pemakaman itu ramai, dia sangat baik. tak heran banyak yang merasa kehilangan saat sosoknya tak ada. aku masih tak percaya, selalu kuyakinkan "itu bukan dia, bukan!" tapi sesekali hatiku berkata lirih "itu memang dia", saat itu juga tangisku mulai pecah. tangan lembuat seorang wanita menyentuh pundakku. mungkin dia peduli aku, tapi dia takkan pernah merasakan apa yang aku rasakan. aku pun menjatuhkan tubuhku duduk di samping foto yang terpajang di nisannya. aku mulai mengelus fotonya. "aku sangat menyayangimu sayang, kita akan menikah bulan depan. kenapa kau pungkiri janjimu?" kalimat itu keluar dariku dengan airmata yang selalu mengalir disetiap tatapanku memandang fotonya. hanya fotonya.

aku terbangun dari bayang-bayang hayalanku, tersadar aku masih ditaman dimana moment yang penting itu tercipta. bagiku, walau kau sudah tak ada, tapi sayangku seperti sinar.. walaupun matahari tak lagi ada, tapi sinarnya mampu menembus bulan. sayang ini masih ada, walau tersembunyi di ujung hati~